Senin, 23 November 2015

Tafsir Transaksi Hutang Piutang



TRANSAKSI DAN HUTANG PIUTANG 
                                                                           “Tafsir 2”
Dosen Pengampu:    
 Imam Masrur, M.Th.I, CHt,CI







Disusun Oleh :
Nuzulia Ulfy Nangimah             (932123514)
Lu’luin Fatihatul Baroroh           (932121214)
Widyawati Nur Hidayah           (932125014)

                              Kelas: E
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
2015






BAB 1

PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang


Al-Qur’an telah menggariskan beberapa ketentuan berkenaan dengan hutang pitang untuk menjaga supaya jangan timbul perselisihan antara kedua belah pihak, yang berhutang dan yang berpiutang.
Aturan-aturan di dalam Al-Qur’an berkenaan dengan hutang piutang diantaranya adalah seperti dilarangnya menreapkan praktek riba di dalam hutang piutang, karena orang yang berhutang adalah pastilah orang yang sedang berada dalam kesulitan, maka dari itu di dalam firmannya Allah menganjurkan untuk meminjamkan dengan kerelaan dan keikhlasan hati. Dan bahkan Allah menganjurkan memberikan waktu penangguhan hutang apabila pihak yang berhutang ada pada keadaan yang sulit sampai dia lapang. Dan Allah juga menganjurkan menulis dan menghadirkan saksi di dalam transaksi hutang piutang. Sesunguhnya Allah tidak menghendaki kerugian terjadi pada kedua belah pihak.

B.     Rumusan Masalah


1.      Apa pengertian dari hutang piutang?
2.      Bagaimana cara melakukan transaksi dan hutang piutang menurut al-Qur’an?




BAB II

PEMBAHASAN


A.     Piranti Penafsiran Ayat Tentang Hutang Piutang


1.      Ayat dan Tartib Nuzul


Dalam Al-Qur’an banyak terdapat firman Allah yang berbicara tentang hutang piutang, dan berikut beberapa ayatnya sesuai tartib nuzulnya:
QS. Al-Baqarah ayat 245
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
Artinya:
Barang siapa meminjami Allah dengan jalan yang baik, maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepadaNya lah kamu dikembalikan.
QS. Al-Baqarah ayat 275
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَوا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنْ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ.
Artinya:
Orang-orang yang makan (bertransaksi dengan) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang dibingungkan oleh setan, sehingga ia tak tahu arah disebabkan oleh sentuhannya. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan karena mereka berkata, “ jual beli tidak lain kecuali sama dengan riba” , padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, maka barang siapa yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu berhenti (dari praktek riba), maka baginya apa yang telah di ambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (kembali) kepada Allah. Adapun yang kembali (bertransaksi riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
QS. Al-Baqarah ayat 278
يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا اِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang yang beriman.
QS. Al-Baqarah ayat 280                                                 
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

                        Artinya :                      
Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
QS. Al-Baqarah ayat 282

يَآأَيُّهَا الَّذِينَ أمَنُوا إِذَا تَدَايَنتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُب بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلاَ يَأْبَ كَاتِبٌ أَن يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللهَ رَبَّهُ وَلاَ يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِن كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْلاَ يَسْتَطِيعُ أَن يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِن رِّجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلُهُ وَامْرَأَتَانِ مِمَّن تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا اْلأُخْرَى وَلاَ يَأْبَ الشُّهَدَآءُ إِذَا مَادُعُوا وَلاَ تَسْئَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِندَ اللهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلاَّ تَرْتَابُوا إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلاَّ تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلاَ يُضَآرَّ كَاتِبُهُ وَلاَ شَهِيدُهُ وَإِن تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقُ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللهُ وَاللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu utang piutang dengan janji yang ditentukan waktunya (untuk membayar), hendaklah kamu tuliskan. Seorang penulis hendaklah menuliskan dengan adil diantara kamu (jujur). Jangan mengajarkan (tulis baca) kepadanya, maka hendaklah dituliskannya. Hendaklah orang yang berutang membacakan (mendiktekan) dan hendaklah dia mematuhi perintah Tuhannya dan jangan mengurangkan utangnya sedikitpun. Tetapi kalau berutang itu kurang akal atau lemah atau tidak sanggup membacakan, boleh digantikan oleh walinya (wakilnya) dan hendaklah membacakan itu secara jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari kaum laki-laki di antara kamu dan kalau tidak ada dua orang laki-laki, boleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan, dari orang-orang yang kamu sukai untuk menjadi saksi. Kalau perempuan yang seorang lupa dapat diingatkan oleh perempuan yang seorang lagi. Janganlah saksi-saksi itu enggan apabila mereka di panggil. Dan janganlah kamu malas untuk menuliskan utang piutang itu, baik utang itu sedikit jumlahnya atau banyak, menurut waktu yang telah ditentukan. Penulisan itu lebih adil pada sisi Allah, lebih membetulkan kesaksian dan lebih dekat kepada tidak ragu-ragu, kecuali perniagaan kontan yang sedang kalau tidak dituliskan. Dan persaksikanlah apabila kamu jual beli. Janganlah penulis dan saksi dirugikan. Kalau kamu memperbuat itu adalah suatu kesalahan besar. Bertakwalah kepada Allah dan Allah itu telah mengajar kamu dan Allah mengetahui segala sesuatu.
QS. Al-Baqarah ayat 283
وَإِن كُنتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانُ مَّقْبُوضَةُ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللهَ رَبَّهُ وَلاَ تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَن يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ ءَاثِمُ قَلْبُهُ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمُ
Artinya:
Dan kalau kamu dalam perjalanan dan tidak memperoleh orang yang akan menuliskan, adakanlah rungguan yang dapat dipegang. Tetapi kalau yang satu dapat mempercayai yang lain, hendaklah orang yang dipercayai itu melaksanakan kejujurannya dan bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Janganlah kamu menyembunyikan kesaksian itu, sesungguhnya berdosa hatinya. Allah Maha Tahu apa yang kamu kerjakan.
QS. An-Nisa’ ayat 29
يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا لَا تَأْ كُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّا اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوْا اَنْفُسَكُمْ اِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha penyayang kepadamu.


QS. Al-Hadid ayat 11
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ وَلَهُ أَجْرٌ كَرِيمٌ        
Artinya:
Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.

2.      Munasabah Ayat


a.       Hubungan Qs. Al Baqarah ayat 275 dengan Qs. Al Baqarah ayat 278.
Dalam surat Al Baqarah ayat 275 menjelaskan tentang riba yaitu “maka barang siapa yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu berhenti (dari praktek riba), maka baginya apa yang telah di ambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (kembali) kepada Allah. Adapun yang kembali (bertransaksi riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”, dan pada Qs. Al Baqarah ayat 278 juga menjelaskan “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang yang beriman.”
b.      Hubungan Qs. An Nisa’ ayat 29 dengan Qs. Al Baqarah ayat 282.
Dalam surat An Nisa’ ayat 29 dijelaskan bahwa kita tidak diperbolehkan memakan harta orang lain apalagi dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan dan didasari suka sama suka. Hal ini berkaitan dengan ayat 282 yang menjelaskan bahwa apabila kita melakukan transaksi dan hutang piutang hendaklah ditulis agar tidak ada yang saling dirugikan, kecuali apabila perniagaan itu perniagaan secara kontan.
c.       Hubungan Qs. Al Baqarah ayat 282 dengan Qs. Al Baqarah ayat 283. Dalam surat Al Baqarah ayat 282 dijelaskan bahwa apabila orang yang melaksanakan hutang piutang, maka hendaklah ditulis dan di datangkan lah saksi. Dan pada Surat Al Baqarah ayat 283 hendaklah orang yang dipercaya sebagai penulis dalam transaksi hutang piutang berlaku jujur.
d.      Hubungan Qs. Al Baqarah ayat 245 dengan Qs. Al Hadid ayat 11.
Dalam pembahasan Qs. Al Baqarah ayat 245 diterangkan bahwa orang yang meminjami kepada orang lain dijalan Allah, maka Allah akan melipatgandakan rezikinya dua kali lipat. Dan dalam Qs. Al Hadid ayat 11 juga menerangkan bahwa Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.

3.  Asbabun Nuzul

  1. QS. Al-Baqarah ayat 245
Ibnu Hibban di dalam shahihnya dan Ibnu Madawaih meriwayatkan dari ibnu Umar, dia berkata “ketika turun firman Allah  (perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya dijalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang dia kehendaki, dan Allah Maha luas, Maha mengetahui)”. Rasulullah saw bersabda “Ya Allah, berilah tambahan untuk umatku”. Maka turunlah surat al baqarah ayat 245.[1]
  1. QS. Al-Baqarah ayat 275
Tidak memiliki Asbabun Nuzul
  1. QS. Al-Baqarah ayat 278
Abu Ya’la dalam musnadnya dan ibnu Mandah meriwayatkan dari jalur al kalbi dari Abu Shaleh dari Ibnu Abbas, dia berkata, “ sampai kepada kami bahwa ayat ini turun pada Bani Amr dan Auf yang berasal dara Tsaqif, dan pada Bani Mughirah”. Ketika itu orang-orang Bani Mughirah mempunyai utang dari hasil riba kepada orang-orang Tsaqif. Ketika Allah menaklukkan Mekkah untuk RasulNya maka Allah membatalkan semua bentuk riba.
Kemudian orang-orang Bani Amr dan Bani Mughirah berselisih dalam masalah pembayaran utang karena hasil riba mereka. Lalu mereka mendatangi Attab bin Usaid yang ketika itu menjadi gubernur Mekah. Orang-orang Bani Mughirah berkata : “kami menjadi orang yang paling sengsara karena riba. Sedangkan, Rasulullah telah membatalkan riba dari orang selain kami”.
Bani Amr pun menyahut “ kami telah berdamai dengannya (Muhammad) dan telah sepakat bahwa riba kami dari orang-orang (selain orang-orang muslim) adalah hak kami”. Lalu Attab mengabarkan tentang hal itu kepada Nabi saw, maka turunlah surat Al-Baqarah ayat 278 dan ayat setelahnya.[2]
  1. QS. Al-Baqarah ayat 280
Tidak memiliki Asbabun Nuzul
  1. QS. Al-Baqarah ayat 282
Pada waktu Rasulullah SAW datang ke Madinah pertama kali, orang-orang penduduk asli biasa menyewakan kebunnya dalam waktu satu, dua atau tiga tahun. Oleh sebab itu rasul “barang siapa menyewakan (mengutangkan) sesuatu hendaklah dengan timbangan atau ukuran yang tertentu dan jangka waktu yang tertentu pula”. Sesungguhnya itu Allah SWT menurunkan ayat 282 sebagai perintah apabila mereka utang piutang maupun muamalah dalam jangka waktu tertentu hendaklah ditulis perjanjian dan mendatangkan saksi. Hal mana untuk menjaga terjadinya sengketa pada waktu-waktu yang akan datang. (HR. Bukhori dan Sofyan Bin Uyainah dari Ibnu Abi Najih dari Abdillah bin Katsir dari Minhal dari Ibnu Abbas).[3]


  1. QS. Al-Baqarah ayat 283
Tidak memiliki Asbabun Nuzul
  1. QS. An-Nisa’ ayat 29
Tidak memiliki Asbabun Nuzul
  1. QS. Al-Hadid ayat 11
Tidak memiliki Asbabun Nuzul

4.   Makiyyah Madaniyyah

a.       Surah Al-Baqarah ayat 245 masuk dalam ayat Madaniyyah
b.      Surah Al-Baqarah ayat 275 masuk dalam ayat Madaniyyah
c.       Surah Al-Baqarah ayat 278 masuk dalam ayat Madaniyyah
d.      Surah Al-Baqarah ayat 280 masuk dalam ayat Madaniyyah
e.       Surah Al-Baqarah ayat 282 masuk dalam ayat Madaniyyah
f.        Surah Al-Baqarah ayat 283 masuk dalam ayat Madaniyyah
g.       Surah An-Nisa’ ayat 29 masuk dalam ayat Madaniyyah
h.       Surah Al-Hadid ayat 11 masuk dalam ayat Madaniyyah

5. Makna Mufradat

QS. Al-Baqarah ayat 245
قَرْضًا حَسَنًا           : Pinjaman yang baik (dengan kerelaan jiwa)[4]
فَيُضَاعِفَهُ              : Maka dia akan melipatgandakan (balasannya)
يَقْبِضُ                 : Menyempitkan (rezeki sebagai cobaan)
وَيَبْسُطُ                : Melapangkan (rezeki sebagai ujian)
تُرْجَعُوْنَ                : Kalian dikembalikan (untuk dibalas amalnya)[5]
QS. Al-Baqarah ayat 275
فَانتَهَى                 : Lalu ia berhenti (memakan riba)
عَاد                    : Mengulangi (memakan riba lagi)[6]
QS. Al-Baqarah ayat 278
وَذَرُوا                  : Dan tinggalkanlah
مَا بَقِيَ                 : Apa yang tersisa
مِنَ الرِّبَا                : Dari riba[7]
QS. Al-Baqarah ayat 280
كَانَ                    : Dia (orang yang berhutang)   
ذُو عُسْرَةٍ              : Mempunyai kesukaran (untuk membayar karena miskin)        
فَنَظِرَةٌ                  : Maka berilah tangguh [8]


QS. Al-Baqarah ayat 282
تَدَايَنتُمْ                : Kalian berhutang piutang (bertransaksi)
بِدَيْنٍ                   : Dengan hutang (atau dengan memesan barang)
فَاكْتُبُوهُ                : Maka catatlah ia (untuk menghindari perselisihan)
مِنْهُ                     : Darinya (hutang)
شَيْئًا                    : Sesuatu (sedikitpun)
سَفِيهًا                  : Lemah akal (tidak mampu membelanjakan uang)
يُمِلَّ                    : Membacanya (karena bisu atau bodoh)
مِن رِّجَالِكُمْ            : Dari kaum lelaki kalian (yang sudah baligh, muslim dan merdeka)
تَرْضَوْنَ                : Kalian ridhoi (karena agama dan sifat adilnya)
ذَلِكُمْ                  : Demikian itu (catatan transaksi)
حَاضِرَةً                : Yang hadir (tunai)[9]
QS. Al-Baqarah ayat 283
فَرِهَانُ                  : Maka (hendaklah ada) barang jaminan
بَعْضُكُم               : Sebagian kalian (orang yang berhutang)
بَعْضًا                  : Kepada sebagian yang lain (pemilik piutang)
الشَّهَادَةَ               : Persaksian (jika kalian diminta menjadi saksi)[10]
QS. An-Nisa’ ayat 29
بِالْبَاطِلِ                : Dengan cara batil (seperti riba dan ghasab)
تِجَارَةً                  : (hasil) perniagaan
عَنْ تَرَاضٍ             : Dari dasar suka sama suka (saling ridho)[11]
QS. Al-Hadid ayat 11
حَسَنًا                  : Yang baik (di jalan Allah)
فَيُضَاعِفَهُ              : Lalu Dia akan melipatgandakan (dari 10-700 kali atau lebih)[12]

B.     Inti Pembahasan

1.      Pegertian Secara Etimologi dan Terminologi

Hutang piutang secara etimologis berasal dari kata qardh yang merupakan bentuk mashdar dari qaradha asy-syai’-yaqridhuhu, yang berarti dia memutuskan. Qardh adalah bentuk mashdar yang berarti memutuskan. Dikatakan, qaradhtu asy-syai’a bil-miqradh, aku memutus sesuatu dengan gunting. Al-qardh adalah sesuatu yang diberikan oleh pemilik untuk di bayar.
Adapun qardh secara terminologis adalah memberikan harta kepada orang yang akan memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya di kemudian hari[13]
Menurut Firdaus at al., qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Dalam literature fikih, qardh dikategorikan dalam aqad tathawwu’i atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersil.[14]

2.      Penafsiran dan Analisis

Surah Al-Baqarah ayat 245 berisi tentang anjuran berjuang dengan harta benda, yaitu salah satunya dengan cara meminjamkan dan pinjaman (qardh) yang maknanya segala sesuatu yang dilakukan dengan mengharap imbalan, namun Allah menginginkan pinjaman yang baik dalam arti dengan niat yang bersih, hati yang tulus, serta harta yang halal, maka Allah akan melipatgandakan kepadanya dengan lipat ganda yang banyak jadi jangan ragu karena Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada Nya-lah kamu dikembalikan. Jadi jangan khawatir dalam bertransaksi dan memberi pinjaman dengan harta benda di jalan Allah, karena akhirnya semua akan kembali kepada-Nya.[15]
Surah Al-Baqarah ayat 275 berisi tentang laknat Allah bagi orang-orang yang makan dari hasil transaksi dengan riba baik dalam bentuk memberi ataupun mengambil. Mereka tidak dapat berdiri melakukan aktivitasnya, melainkan seperti berdirinya orang yang dibingungkan oleh setan, sehingga ia tak tahu arah disebabkan oleh sentuhan(nya), maksudnya disini adalah mereka akan dibangkitkan dari kubur dalam keadaan yang tidak tahu arah yang harus mereka tuju, dan di dalam kehidupan dunia  mereka akan ada dalam situasi gelisah, tidak tau arah, tidak tentram, selalu bingung dan berada dalam ketidakpastian, disebabkan karena pikiran mereka yang dipengaruhi oleh syetan yang akhirnya hanya tertuju kepada materi dan penambahannya. Keadaan mereka yang tak tau arah tersebut terlihat dari ucapannya yang menyamakan riba dengan jual beli “jual beli tidak lain kecuali sama dengan ribapadahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Hukum jual beli dan riba sudah jelas, maka tinggal manusia dapat mengindahkan peringatan tersebut atau tidak. Jadi praktek riba sebelum datangnya peringatan Allah itu sudah menjadi miliknya dan urusannya kembali kepada Allah. Dan adapun yang kembali bertransaksi riba atau mempersamakan riba dengan jual beli dari segi kehalalannya setelah peringatan itu datang, maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;mereka kekal di dalamnya.[16]
Jadi di dalam bertransaksi dan hutang piutang apabila dilihat dari tafsiran ayat ini juga tidak dianjurkan dilakukan dengan cara mengambil riba, karena juga telah jelas dalam surah Al-Baqarah ayat 245 Allah menginginkan pinjaman yang baik dan dalam literature fikih qardh adalah akad saling membantu dan bukan transaksi komersil.
Di dalam surah Al-Baqarah ayat 278 orang-orang yang beriman dianjurkan bertakwa dan menghindari sanksi dan siksa Allah yang berat dengan menghindari praktek riba, bahkan meninggalkan sisa-sisanya. Dan penutup ayat “jika kamu beriman” mengisyaratkan bahwa riba tidak menyatu dengan iman dalam diri seseorang, maka jika seseorang melakukan praktek riba di dalam transaksinya, itu bermakna ia tidak beriman dan tidak percaya pada janji-janji Allah.[17]
Surah Al-Baqarah ayat 280 berisi tentang anjuran untuk menangguhkan hutang jika pihak yang menghutang ada dalam keadaan yang sulit, berilah dia  tangguh sampai dia lapang dan bahkan menyedekahkan sebagian atas semua hutang itu. Kalau demikian, jika kamu mengetahui bahwa hal tersebut lebih baik, maka bergegaslah meringankan yang berhutang atau membebaskannya dari hutang[18], karena al-qardh termasuk transaksi irfaq (memberi manfaat) dan meringankan kesusahan kaum muslimin.[19]
Surah Al-Baqarah ayat 282 berisi perintah untuk menulis transaksi atau membuat perjanjian surat menyurat dengan adil dan meletakkan tanggung jawab itu kepada penulis yang mampu (notaris) dalam menulis transaksi. Dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan apa yang telah disepakati di hadapan penulis untuk ditulis sebagai janjinya dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah. Dan janganlah mengurangi sedikitpun dari hutangnya, yaitu baik yang berkaitan dengan kadar hutang, waktu jatuh tempo, cara pembayaran, dll yang telah dicakup oleh kesepakan bersama. Jika orang yang berhutang lemah akalnya (tidak pandai mengurus harta, sakit, sangat tua), atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan (bisu atau malu), maka persaksikanlah dengan dua orang saksi  (yang ahli lagi jujur) untuk mengimlakkannya. Saksi juga telah ditentukan yaitu dua orang lelaki atau jika tidak ada boleh seorang lelaki ataupun dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhoi (disepakati).
Kesaksian  dua orang lelaki diseimbangkan dengan kesaksian satu orang lelaki dan dua orang perempuan, karena kemungkinan mereka lupa lebih besar dari seorang pria karena perempuan perhatiannya lebih besar dalam masalah rumah tangga. Dan janganlah menolak jika dimintai menjadi saksi baik menyangkut hutang yang kecil maupun yang besar. Dan saksi yang demikian itu lebih adil di sisi Allah (pengetahuan dalam kenyataan hidup, dan lebih dapat menguatkan persaksian, yakni lebih membantu penegakan persaksian dan tidak menimbulkan keraguan di dalamnya. Namun, jika merupakan perdagangan secara tunai tidak berdosa jika tidak menulisnnya dan hannya dianjurkan mempersaksikan pada saat jual belinya saja. Dan janganlah saling menimbulkan kemudharatan antara saksi dengan yang bermuamalah (saksi menyelewengkan persaksian dan dalam muamalah menghilangkan kesempatan memperoleh rezeki para saksi dan penulis) karena akan menimbulkan kesulitan bagi satu sama lain, maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu, yakni keluarnya seseorang dari ketaatan kepada Allah atau durhaka kepada Allah.[20]
Surah Al-Baqarah ayat 283 menganjurkan memberikan barang tanggungan sebagai jaminan pinjaman jika kamu dalam perjalanan, sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis yang dapat menulis hutang piutang sebagaimana mestinya. Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain , maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya, hutang atau ataun yang dia terima, jadi jika atas dasar percaya sama percaya (ridho) jaminannya berupa kepercayaan dan amanah timbal balik yang harus ditunaikan oleh pihak yang berhutang dan hendaklah bertakwa kepada Allah Tuhannya dan bagi para saksi dilarang untuk menyembunyikan persaksian, yakni jangan mengurangi dan melebihkan saat bersaksi, jika menyembunyikan maka berdosa hatinya maksudnya disini bersaksi dengan mengingkari kebenaran yang ada dengan dorongan atau pembenaran hati atas perbuatanya maka berdosalah hatinya dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Jadi, jaminan selain berupa barang tangguhan jaminan juga boleh didasarkan atas kepercayaan (keridhoan) dan sebagai timbal baliknya pihak yang berhutang harus melaksanakan amanah yang diberikan. Dan para saksi dilarang menyembunyikan persaksiannya, karena Allah Maha Mengetahui segalanya.[21]
Surah An-Nisa’ ayat 29 melarang perolehan harta di dalam perniagaan secara batil (riba, judi, jual beli yang mengandung penipuan), karena sesungguhnya harta tersebut harus difungsikan untuk manfaat bersama. Kata diantara kamu berarti dua belah pihak pada perniagaan. Hendaklah perniagaan yang berdasarkan kerelaan di antara kamu yaitu kerelaan yang berdasarkan agama dengan ijab dan Kabul yang merupakan bentuk-bentuk yang menunjukkan kerelaan. Dan jika mengingkari semua itu maka sama dengan membunuh diri sendiri atau membunuh masyarakat seluruhnya, dan sesungguhnya Allah Maha Penyayang. Jadi, dilarang melakukan perniagaan yang termasuk di dalamnya yaitu, transaksi hutang piutang dengan cara yang batil berupa penipuan dan atas dasar riba  akan mengakibatkan keburukan bagi kedua belah pihak.[22]
Dalam surah Al-Hadid ayat 11 diterangkan lagi dorongan untuk berinfak dari harta yang ada dalam genggaman tangan, karena Allah sudah menjanjikan balasan yang berlipat ganda dan pahala yang mulia berupa pengampunan dosa-dosa. Seharusnya dari ayat ini kita sadar bahwa pemilik harta yang ada di dunia ini adalah Allah yang di anugrahkan kepada manusia dan kerelaan dan keikhlasan berinfak dinamakan dengan infak manusia di jalan Allah yang justru bukan untuk kepentingan-Nya semata bahkan dinilai sebagai pinjaman untuk-Nya, lalu itupun disertai dengan pengembalian yang berlipat ganda dan pengampunan. Jadi, jangan ragu untuk membantu orang yang sedang mengalami kesulitan dengan memberi pinjaman ataupun menyedekahkannya untuk upaya mengurangi perbedaan status sosial sehingga jiwa persaudaraan dan persamaan bisa ditegakkan dalam masyarakat Islam.[23]



BAB III

PENUTUP

A.     KESIMPULAN

  1. Al-Qur’an memerintahkan untuk bersedekah di jalan Allah dan melarang mengambil keuntungan melalui riba. 
  2.   Al Qur’an menunjukkan bahwa Allah tidak bersimpati terhadap orang yang memiliki harta atau mengumpulkannya. 
  3.  Al Qur’an menganjurkan memberi tangguh kepada yang tidak mampu atau bahkan menyedekahkan sebagian atau semua hutang itu.  
  4. Al Qur’an menganjurkan menulis utang piutang dan mempersaksikannya dihadapan pihak ketiga yang dipercaya (notaris), sambil menekankan perlunya menulis utang walau sedikit, disertai dengan jumlah dan ketetapan waktunya. 
  5.  Al-Qur’an menganjurkan dalam transaksi hutang piutang perlu adanya jaminan, dan jika jaminannya adalah kepercayaan (keridhoan) maka pihak yang berhutang wajib menunaikannyaa, dan dilarang menyembunyikan persaksian bagi para saksi.
  6. Al-Qur’an melarang mengambil harta orang lain melalui jalan perniagaan karena sesungguhnya akan menyebabkan kerugian pada kedua belah pihak.

Hutang piutang secara etimologis berasal dari kata qardh yang merupakan bentuk mashdar dari qaradha asy-syai’-yaqridhuhu, yang berarti dia memutuskan. Qardh adalah bentuk mashdar yang berarti memutuskan. Dikatakan, qaradhtu asy-syai’a bil-miqradh, aku memutus sesuatu dengan gunting. Al-qardh adalah sesuatu yang diberikan oleh pemilik untuk di bayar.
Adapun qardh secara terminologis adalah memberikan harta kepada orang yang akan memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya di kemudian hari




 BAB IV

DAFTAR PUSTAKA


Bin Muhammad Ath Thayyar, Abdullah, dkk. 2009. Ensiklopedi Fiqih Muamalah dalam Pandangan 4 Mazhab (Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif).
Damas, Taufik, dkk. 2014. Al-Qur’an Tafsir Per Kata Al-Ahkam (Jakarta Timur: PT. Suara Agung Jakarta).
Nawawi Ismail. 2012. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer (Bogor: Ghalia Indonesia).
Noer Aly, Hery. 1996. Kamus Al-Qur’an  (Bandung: Gema Risalah Press).
Quraish Shihab, M, Tafsir Al-Mishbah Volume 1, 2, 14 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 528-529.




[1] Taufik Damas, dkk, Al-Qur’an Tafsir Per Kata Al-Ahkam, (Jakarta Timur: PT. Suara Agung Jakarta, 2014), 40.
[2] Taufik Damas, dkk, Al-Qur’an Tafsir Per Kata Al-Ahkam,48.
[3] Taufik Damas, dkk, Al-Qur’an Tafsir Per Kata Al-Ahkam, 49.
[4] Hery Noer Aly, Kamus Al-Qur’an (Bandung: Gema Risalah Press, 1996), 23.
[5] Taufik Damas, dkk, Al-Qur’an Tafsir Per Kata Al-Ahkam, 40.
[6] Ibid., 48.
[7] Ibid.
[8] Taufik Damas, dkk, Al-Qur’an Tafsir Per Kata Al-Ahkam, 48.
[9] Ibid., 49.
[10] Taufik Damas, dkk, Al-Qur’an Tafsir Per Kata Al-Ahkam, 50.
[11] Ibid., 84.
[12] Ibid., 539.
[13] Abdullah bin Muhammad Ath Thayyar, dkk, Ensiklopedi Fiqih Muamalah dalam Pandangan 4 Mazhab (Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif, 2009), 153.
[14] Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), 178.
[15] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 1 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 528-529.
[16] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 1, 588-594.
[17] Ibid., 597.
[18] Ibid., 598-599.
[19] Abdullah bin Muhammad Ath Thayyar, dkk, Ensiklopedi Fiqih Muamalah dalam Pandangan 4 Mazhab, 171.
[20] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 1, 601-609.
[21] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 1, 610-611.
[22] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 2, 392-393.
[23] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 14, 22-23.

1 komentar:

  1. Thanks infonya. Ngomongin utang, ternyata ada loh beberapa jenis utang yang masuk kategori berbahaya. Pokoknya kamu jangan sampe deh terjebak di dalamnya. Apa aja utang itu? Cek di sini yuk: Jenis utang yang berbahaya

    BalasHapus